Suku bunga meningkat: Apa yang perlu dilakukan?

Apakah kamu memperhatikan bahwa nilai tukar rupiah belakangan ini sedang melemah dan merasa kebingungan kenapa ini bisa terjadi? Jika dilihat, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pelemahan rupiah kemarin, seperti masih tingginya inflasi di Amerika Serikat menyebabkan suku bunga Amerika masih akan ditahan, kemudian eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Hal ini telah memicu investor global untuk memindahkan investasinya ke mata uang yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS, sehingga menyebabkan nilai tukar mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, semakin terpuruk.

Dalam menanggapi hal ini, Bank Indonesia telah mengambil langkah proaktif dengan menaikkan suku bunga menjadi 6,25%. Kami merasa keputusan yang proaktif dari Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga dinilai cukup baik sebagai langkah yang diperlukan untuk menahan depresiasi rupiah, mengurangi dampak inflasi impor dan menjaga stabilitas ekonomi. 

Namun kenaikkan suku bunga dan dengan narasi yang akan berlangsung lama, akan berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Sehingga, dengan Bank Indonesia tetap melakukan  implementasi kebijakan makroprudensial yang longgar dapat mengurangi dampak kenaikan suku bunga pada pertumbuhan ekonomi, dan tetap fokus pada sektor-sektor prioritas untuk menjaga momentum ekonomi.

Simpan views:

Dengan kenaikan suku bunga ini, berinvestasi pada instrumen pasar uang akan meningkat dan mendapatkan pendapatan yang tinggi secara periodik. Kemudian, saat ini inflasi Indonesia masih terjaga di 3,05%, artinya selisih rill return semakin melebar dan menarik. Ditambah, pasar uang menawarkan investasi yang stabil dan terjamin sehingga menjadi pilihan yang aman bagi investor yang memiliki profil risiko yang rendah.

Bank Indonesia Menaikkan Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia pada Rabu (24/4) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps ke 6,25%, dengan deposit facility dan lending facility juga naik ke level 5,5% dan 7%. Kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.

Takeaways:
  • Tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.
  • Ketidakpastian pasar keuangan global semakin buruk akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
  • Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang,​ termasuk di Indonesia. Sehingga keputusan yang proaktif dari Bank Indonesia dinilai cukup baik sebagai langkah yang diperlukan untuk menahan depresiasi rupiah dan inflasi impor. 
  • Meski suku bunga dinaikan dan tetap tinggi, Bank Indonesia tetap melakukan  implementasi kebijakan makroprudensial yang longgar untuk mengurangi dampak kenaikan suku bunga pada pertumbuhan ekonomi, fokus pada sektor-sektor prioritas untuk menjaga momentum ekonomi.
  • Kedepannya kami akan memahami perkembangan yang terjadi secara global dan pentingnya memantau arah kebijakan Federal Funds Rate (FFR) di masa depan dan pengaruhnya terhadap persepsi pasar.